- Back to Home »
- Tugas »
- TUGAS 6 Etika & Profesionalisme
Posted by : Unknown
Selasa, 07 Juni 2016
PERATURAN DAN REGULASI
A.
UU No. 18 Tentang Hak Cipta
Pasal 18
(1) Pengumuman suatu Ciptaan yangdiselenggarakan oleh Pemerintah untuk
kepentingan nasional melalui radio,televisi dan/atau sarana lain dapat
dilakukan dengan tidak meminta izin kepadaPemegang Hak Cipta dengan ketentuan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dariPemegang Hak Cipta, dan kepada
Pemegang Hak Cipta diberikan imbalan yang layak.
(2) Lembaga Penyiaran yangmengumumkan Ciptaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang mengabadikan Ciptaan itu semata-mata untuk Lembaga Penyiaran
itu sendiri dengan ketentuanbahwa untuk penyiaran selanjutnya, Lembaga
Penyiaran tersebut harus memberikanimbalan yang layak kepada Pemegang Hak Cipta
yang bersangkutan.
B.
Ketentuan Umum, Lingkup Hak Cipta,
Perlindungan Hak Cipta, Pembatasan Hak Cipta, Prosedur Pendaftaran HAKI
Ketentuan Umum : hak cipta adalah hak eklusif bagi pencipta atas pencipta
atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan
izin. Hak cipta berlaku pada berbagai
jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat
mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis
(tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar,
patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam
yurisdiksi tertentu) desain industri. Hukum yang mengatur hak cipta biasanya
hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak
mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud
atau terwakili di dalam ciptaan tersebut.
Lingkup Hak Cipta :
Lingkup hak cipta diatur didalam bab 2 mengenai LINGKUP HAK CIPTA pasal 2-28 :
Ciptaan yang dilindungi (pasal 12), Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program
Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua
hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis
dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal,
tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk
seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung,
kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi,
sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya
lain dari hasil pengalihwujudan.
Perlindungan Hak Cipta :
Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya
cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan
keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas atau
keahlian, sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca atau didengar.
Perlindungan hak cipta adalah suatu cara yang digunakan bagi pemilik hak cipta
agar suatu ciptaan nya dapat di lindungi. Pemilik ciptaan akan mendapatkan
perlindungan dengan cara mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat
pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan
apabila timbul sengketa dikemudian hari terhadap ciptaan tersebut.
Prosedur Pendaftaran HAKI :
Seseorang atau badan hukum yang ingin mendapatkan perlindungan atas pemakaian
suatu merek dagang, jasa ataupun kolektif harus melakukan proses permohonan
pendaftaran terlebih dahulu pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
atau pada Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yang terdaftar.
Ada 3 (tiga)
macam merek yang dikenal dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, antara lain:
Merek Dagang
(Trademark).
Merek Jasa
(Service Mark).
Merek Kolektif
(Collective Mark).
Contoh Hak Cipta
adalah Masuknya batik Indonesia dalam Daftar Representatif Budaya Tak Benda
Warisan Manusia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) diumumkan dalam siaran pers di portal
UNESCO, pada 30 September 2009. Batik menjadi bagian dari 76 seni dan tradisi
dari 27 negara yang diakui UNESCO dalam daftar warisan budaya tak benda melalui
keputusan komite 24 negara yang tengah bersidang di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
C.
UU No.36 Tentang Telekomunikasi :
Azas dan Tujuan Telekomunikasi, Penyelenggaraan Telekomunikasi,
Penyidikan,Sangsi Administrasi dan Ketentuan Pidana
Dibuat nya
Undang Undang No 36 tentang telekomunikasi berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan salah satunya adalah Bahwa penyelenggara komunikasi
mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa,
memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan
pembangunan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa
Azas
dan tujuan telekomunikasi
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata,
kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan
kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil
dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta
meningkatkan hubungan antarbangsa.
Penyelenggaraan
telekomunikasi
Perubahan
lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung
sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan
telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan
telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan
penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan
telekomunikasi nasional.
Penyesuaian dalam penyelenggaraan
telekomunikasi di tingkat nasional sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat
meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi,
penquasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tingkat
internasional yang diikuti dengan peningkatan penggunaannya sebagai salah satu
komoditas perdagangan, yang memiliki nilai komersial tinggi, telah mendorong
terjadinya berbagai kesepakatan multilateral. Sebagai negara yang aktif dalam
membina hubungan antarnegara atas dasar kepentingan nasional, keikutsertaan
Indonesia dalam berbagai kesepakatan multilateral menimbulkan berbagai
konsekuensi yang harus dihadapi dan diikuti. Sejak penandatanganan General
Agreement on Trade and Services (GATS) di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 15
April 1994, yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994,
penyelenggaraan telekomunikasi nasional menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem perdagangan global.
Sesuai dengan prinsip perdagangan
global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak
diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan
penyelenggaraan telekomunikasi.
Penyidikan
Pasal 44
(1)Selain
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a.melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang telekomunikasi.
b.melakukan
pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak
pidana di bidang telekomuniksi.
c.menghentikan
penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari
ketentuan yang berlaku.
d.memanggil
orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
e.melakukan
pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau
diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
f.menggeledah
tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
g.menyegel dan
atau menyita alat dan atau perangkat telekomuniksi yang digunakan atau diduga
berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
h.meminta
bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
i.mengadakan
penghentian penyidikan.
(3)Kewenangan
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Sangsi
administrasi
Pasal 45 Barang
siapa melanggar ketentuan-ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal
19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1),Pasal 29
ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34
ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
(1)Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan
izin. (2)Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
diberi peringatan tertulis.
Ketentuan
pidana
Pasal 47
Barang siapa
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49 Penyelenggara
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50 Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2) , dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52 Barang
siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan, atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1)Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah). (2)Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun.
Pasal 54 Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 55 Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56 Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58 Alat
dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, atau Pasal 56 dirampas untuk
negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pasal 59 Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48,
Pasal 49, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal
57 adalah kejahatan.
D.
RUU Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) Peraturan Lain yang Terkait (Peraturan Bank Indonesia tentang
Internet Banking)
RUU tentang
informasi dan transaksi elektronik (ITE) peraturan lain yg terkait (peraturan
bank indonesia ttg internet banking )
Internet banking
bukan merupakan istilah yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia khususnya
bagi yang tinggal di wilayah perkotaan. Hal tersebut dikarenakan semakin
banyaknya perbankan nasional yang menyelenggarakan layanan tersebut.
Penyelenggaraan
internet banking yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi,
dalam kenyataannya pada satu sisi membuat jalannya transaksi perbankan menjadi
lebih mudah, akan tetapi di sisi lain membuatnya semakin berisiko. Dengan
kenyataan seperti ini, keamanan menjadi faktor yang paling perlu diperhatikan.
Bahkan mungkin faktor keamanan ini dapat menjadi salah satu fitur unggulan yang
dapat ditonjolkan oleh pihak bank.
Salah satu
risiko yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah
internet fraud atau penipuan melalui internet. Dalam internet fraud ini
menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai korban, yang dapat terjadi karena
maksud jahat seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang teknologi
informasi, atau seseorang yang memanfaatkan kelengahan pihak bank maupun pihak
nasabah.
Oleh karena itu
perbankan perlu meningkatkan keamanan internet banking antara lain melalui
standarisasi pembuatan aplikasi internet banking, adanya panduan bila terjadi
fraud dalam internet banking dan pemberian informasi yang jelas kepada user.
Peranan Bank
Indonesia dalam Pencegahan Internet Fraud
Salah satu tugas
pokok Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah
mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut Bank
Indonesia diberikan kewenangan sbb:
Menetapkan
peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat
prinsip-prinsip kehati-hatian.
Memberikan dan
mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank,
memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan
persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank.
Melaksanakan
pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung. Mengenakan sanksi terhadap
bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pelaksanaan kewenangan
tugas-tugas tersebut di atas ditetapkan secara lebih rinci dalam Peraturan Bank
Indonesia (PBI).
Terkait dengan
tugas Bank Indonesia mengatur dan mengawasi bank, salah satu upaya untuk meminimalisasi
internet fraud yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah melalui pendekatan
aspek regulasi. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah
mengeluarkan serangkaian Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank
Indonesia yang harus dipatuhi oleh dunia perbankan antara lain mengenai
penerapan manajemen risiko dalam penyelenggaraan kegiatan internet banking dan
penerapan prinsip Know Your Customer (KYC).